Sri Mulyani Temui Diplomat AS: Bahas Kemitraan Strategis Indonesia-Amerika

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengadakan pertemuan penting dengan Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Amerika Serikat, Peter M. Haymond, di kantor Kementerian Keuangan pada Jumat, 1 Agustus 2025. Peter Haymond, yang mulai bertugas di Kedutaan Besar AS sejak Juni lalu, secara khusus ditugaskan untuk memperkuat kemitraan strategis dengan Indonesia.

Dalam pertemuan yang hangat tersebut, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa diskusi berpusat pada penguatan kemitraan ekonomi antara Amerika Serikat dan Indonesia. Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @smindrawati, yang dikutip pada Sabtu, 2 Agustus 2025, bendahara negara itu menjelaskan upayanya dalam memaparkan langkah-langkah Indonesia untuk menciptakan kemudahan berbisnis, salah satunya melalui proses deregulasi yang gencar.

Menteri Keuangan juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan instruksi tegas kepada pemerintah untuk fokus pada penyederhanaan berbagai aturan serta perbaikan iklim investasi di Indonesia. Langkah ini diwujudkan melalui peningkatan efisiensi birokrasi, yang diharapkan mampu menarik lebih banyak investasi global dan secara signifikan meningkatkan daya saing usaha Indonesia di pasar internasional.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan bahwa ia dan Peter Haymond bersepakat untuk memperkuat sinergi yang telah ada dan terbuka untuk menjalin kerja sama baru yang lebih relevan dengan kebutuhan kedua negara, khususnya dalam sektor ekonomi dan pembangunan. “Saya dan Ambassador Peter berharap kolaborasi ini akan terus berkembang demi kemajuan bersama dan berkomitmen untuk terus merawat hubungan baik antara AS dan Indonesia yang sudah terjalin lama,” ujar Sri Mulyani.

Di sisi lain, perkembangan signifikan terkait hubungan dagang kedua negara telah diumumkan sebelumnya oleh Pemerintah AS. Produk-produk Indonesia akan dikenakan tarif impor 19 persen, sementara Indonesia sebagai timbal baliknya akan menghapus 99 persen tarif untuk produk AS yang diekspor ke Indonesia. Dalam pernyataan bersama yang dirilis Gedung Putih pada Selasa, 22 Juli 2025, kedua negara berkomitmen untuk mengatasi hambatan non-tarif yang memengaruhi perdagangan dan investasi bilateral, termasuk membebaskan perusahaan AS dan produk buatannya dari ketentuan konten lokal.

READ :  Bandara Domestik vs Internasional: Ini Bedanya! Jangan Sampai Salah!

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Kamis, 24 Juli 2025, menjelaskan bahwa pembebasan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tidak berlaku untuk semua produk AS. Kelonggaran ini, menurut Airlangga dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta Pusat, akan dibatasi hanya pada sektor-sektor tertentu seperti produk telekomunikasi, informasi dan komunikasi, pusat data (data center), serta alat kesehatan, sembari tetap mematuhi peraturan impor dari kementerian teknis terkait.

Saat ini, negosiasi antara Indonesia dan AS masih terus berlanjut, terutama untuk produk-produk yang berpotensi dikenakan tarif impor lebih rendah dari 19 persen, bahkan mendekati nol persen. Penerapan tarif 19 persen tersebut baru akan diberlakukan setelah negosiasi selesai dan difinalisasi.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian mengemukakan bahwa pemerintah akan melakukan reformasi terhadap aturan TKDN dalam waktu dekat, yang tidak hanya bergantung pada kesepakatan dengan Amerika Serikat. “Enggak tergantung dengan Amerika Serikat ya, kan produk lain juga banyak. Kalau kita hanya terpaku sama satu AS kan diskriminasi namanya,” kata Kepala Biro Humas Kementerian Perindustrian, Alexandra Arri Cahyani, pada Senin, 28 Juli 2025. Menurut Alexandra, perubahan regulasi TKDN ini akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin).

Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Dampak Kesepakatan Dagang Prabowo-Trump bagi Industri Manufaktur

Related Post