Jakarta – Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengambil langkah signifikan dengan membuka kembali akses jutaan rekening tidak aktif atau dormant yang sebelumnya sempat dibekukan. Keputusan PPATK untuk melakukan pembekuan sementara transaksi rekening dormant ini sebelumnya telah memicu perdebatan luas di tengah masyarakat, menyoroti isu hak-hak nasabah dan kewenangan lembaga keuangan.
Langkah progresif ini diungkapkan oleh Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah. “Sampai saat ini sudah 30 juta rekening yang dihentikan sementara dibuka,” ujar Natsir saat dikonfirmasi pada Jumat, 1 Agustus 2025. Proses pembukaan blokir ini, tambahnya, telah berlangsung selama tiga bulan terakhir, menunjukkan respons PPATK terhadap berbagai dinamika yang muncul.
Natsir menjelaskan latar belakang di balik kebijakan pembekuan tersebut. PPATK menemukan bahwa rekening dormant rentan disalahgunakan dan sering menjadi target empuk tindak kejahatan finansial. Setelah berhasil memperoleh data rekening dormant dari pihak perbankan pada Februari 2025, PPATK mulai menerapkan kebijakan pembekuan sementara secara massal pada 15 Mei 2025 sebagai upaya pencegahan.
Rekening dormant sendiri didefinisikan sebagai simpanan nasabah yang tidak mencatatkan aktivitas transaksi, umumnya selama periode 3 hingga 12 bulan berturut-turut. Berdasarkan analisis mendalam yang dilakukan PPATK, tercatat ada lebih dari 140 ribu rekening dormant yang telah tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan total nilai fantastis mencapai Rp 428,6 miliar. Data ini menyoroti skala potensi risiko yang coba ditangani PPATK.
Untuk mengaktifkan kembali rekening yang dibekukan dan melanjutkan transaksi, pemilik rekening diwajibkan untuk mengisi formulir keberatan. Proses ini dapat dilakukan secara daring melalui tautan khusus di https://bit.ly/FormHensem, atau nasabah dapat langsung mengunjungi bank terkait untuk mengisi formulir tersebut. Fleksibilitas ini diberikan untuk memudahkan nasabah dalam memulihkan akses ke dana mereka.
Setelah pengajuan formulir, PPATK akan melakukan verifikasi data melalui sinkronisasi dengan basis data profil nasabah yang dimiliki oleh bank. Apabila seluruh tahapan verifikasi telah berhasil dilalui oleh nasabah, pihak bank akan segera melakukan reaktivasi terhadap rekening masing-masing nasabah, memastikan proses pemulihan berjalan lancar dan aman.
Meskipun upaya PPATK bertujuan baik, kebijakan pemblokiran rekening ini tidak luput dari kritik tajam sejumlah kalangan. Ekonom Celios, Nailul Huda, secara tegas menyatakan bahwa tindakan ini menyalahi hak-hak fundamental konsumen. “Pembekuan ataupun penutupan harus persetujuan dari pemilik rekening. Tanpa persetujuan konsumen, PPATK melakukan hal yang ilegal,” tutur Huda dalam keterangan resminya pada Kamis, 31 Juli 2025.
Huda juga menyoroti perbedaan kewenangan. Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memang memungkinkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memblokir rekening yang terindikasi transaksi mencurigakan. Namun, ia menegaskan, “Tapi itu bukan ranah PPATK. Itu yang harus dipahami oleh PPATK terkait hak warga negara,” ujarnya, menekankan pentingnya pemisahan fungsi antar lembaga keuangan.
Pilihan Editor: Baik-Buruk PPATK Memblokir Rekening Nganggur