Inflasi AS Mereda? Pasar Bergembira: Saham Naik, Yield Obligasi Turun!

JAKARTA – Pasar saham global menunjukkan penguatan signifikan, didorong oleh penurunan imbal hasil obligasi AS menyusul rilis data inflasi Amerika Serikat untuk bulan Juli 2025 yang lebih “jinak” dari perkiraan.

Menurut laporan Bloomberg pada Selasa (12/8/2025), Biro Statistik AS mengumumkan bahwa indeks harga konsumen inti (tidak termasuk volatile food dan energi) naik 0,3% dari Juni 2025. Secara tahunan, indeks harga konsumen AS tercatat meningkat 3,1% (year-on-year).Aa1Knxvg

Reaksi positif segera terlihat di bursa saham berjangka. Kontrak berjangka S&P 500 melonjak 0,5%, diikuti oleh penguatan 0,6% pada indeks Nasdaq 100 futures. Indeks Dow Jones Industrial Average futures juga naik 0,5%. Di Eropa, Stoxx Europe 600 menguat 0,2%, dan MSCI World Index mencatatkan kenaikan serupa sebesar 0,2%.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun mengalami penurunan dua basis poin menjadi 4,26%, sementara indeks dolar melemah 0,2%. Pergerakan ini mengindikasikan bahwa pelaku pasar kini semakin meningkatkan spekulasi terhadap potensi penurunan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS, The Fed. Peluang penurunan suku bunga seperempat poin pada bulan September 2025 bahkan diperkirakan mencapai lebih dari 80%.

“Data Indeks Harga Konsumen (CPI) yang cukup jinak ini menjadi pendorong kuat bagi The Fed untuk memangkas suku bunga setidaknya 25 basis poin, dan bahkan membuka peluang penurunan hingga 50 basis poin pada September 2025,” ungkap Skyler Weinand dari Regan Capital, menyoroti implikasi data inflasi terhadap kebijakan moneter The Fed.

Sementara itu, Ellen Zentner dari Morgan Stanley Wealth Management menyatakan bahwa meskipun inflasi memang menunjukkan peningkatan, angkanya tidak setinggi yang dikhawatirkan banyak pihak. Dalam jangka pendek, pasar kemungkinan akan menerima angka-angka ini dengan positif, sebab hal ini membuka ruang bagi The Fed untuk lebih fokus pada pelemahan pasar tenaga kerja dan mempertahankan potensi penurunan suku bunga pada September.

READ :  Ekspor RI ke Peru: Kendaraan & Sawit Jadi Andalan!

Namun, Zentner juga memberikan pandangan jangka panjang. “Dalam jangka panjang, kita kemungkinan belum melihat berakhirnya kenaikan harga karena tarif terus membebani perekonomian,” ujarnya, mengisyaratkan tantangan inflasi yang berkelanjutan.

Pejabat The Fed sendiri telah mempertahankan suku bunga acuan sepanjang tahun ini, menunggu kejelasan apakah tarif akan menyebabkan inflasi berkelanjutan. Di saat yang sama, pasar tenaga kerja, separuh lain dari mandat kebijakan ganda mereka, mulai menunjukkan tanda-tanda kehilangan momentum.

Harga barang, kecuali komoditas pangan dan energi, terpantau naik dengan kecepatan yang rendah. Beberapa kategori spesifik yang terkena dampak tarif, seperti mainan, barang olahraga, serta perabotan dan perlengkapan rumah tangga, memang mengalami kenaikan, namun dengan laju yang lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya, menunjukkan pola inflasi yang bervariasi.

Related Post