KEMENTERIAN Perdagangan (Kemendag) baru-baru ini merinci 10 komoditas ekspor andalan Indonesia yang menjadi sorotan utama dalam perjanjian dagang Indonesia-Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement (IP CEPA). Kesepakatan komprehensif antara dua negara ini diharapkan mampu membuka gerbang akses pasar ekspor dan impor yang lebih luas, memberikan dukungan signifikan bagi industri masing-masing negara.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, mengungkapkan daftar sepuluh komoditas unggulan tersebut. Komoditas ini meliputi mobil penumpang dan kendaraan bermotor, alas kaki, minyak kelapa sawit beserta fraksinya, lemari pendingin, kertas dan karton, margarin, cengkeh, serta mesin fotokopi dan mesin faks. Daftar ini menyoroti potensi besar produk Indonesia di pasar Peru.
Dengan hadirnya perjanjian dagang bersama Peru ini, Djatmiko menegaskan bahwa peluang ekspor Indonesia ke wilayah Amerika Latin akan semakin terbuka lebar. Ia menjelaskan bahwa Peru memiliki posisi yang sangat strategis dalam kancah perdagangan internasional, terutama di kawasan benua Amerika. Hal ini menjadikan Peru sebagai mitra kunci bagi ekspansi pasar produk Indonesia.
“Peru secara teknis memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang baik, bisa menghubungkan perdagangan ke kawasan di sekitarnya,” ujar Djatmiko dalam konferensi pers yang diadakan di Auditorium Kementerian Perdagangan pada Selasa, 12 Agustus 2025. Pernyataan ini menegaskan peran vital Peru sebagai pintu gerbang menuju pasar-pasar lain di Amerika Selatan.
Selain potensi komoditas ekspor, Djatmiko juga membeberkan keuntungan nyata dari perjanjian dagang IP CEPA. Ia menjelaskan bahwa produk-produk dagang asal Indonesia akan menikmati fasilitas penghapusan, pengurangan, atau penurunan tarif bea masuk secara bertahap, mencapai sekitar 90 persen dari pos tarif Peru. Kondisi menguntungkan ini dipastikan akan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar Peru secara signifikan.
Meskipun demikian, sifat perjanjian dagang kali ini masih terfokus pada kesepakatan perdagangan barang. Djatmiko menyebutkan bahwa pemerintah belum mulai menjajaki peluang investasi maupun mendorong penanaman modal dalam kerangka IP CEPA. Pendekatan ini merupakan strategi ‘incremental’ atau bertahap, yang dirancang untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
“Sepakat dulu menegosiasikan perdagangan barang, begitu selesai dan diratifikasi, baru kita melanjutkan perundingan ke sektor jasa, investasi, dan penanaman modalnya,” pungkas Djatmiko, mengindikasikan bahwa kerja sama ini akan berkembang seiring waktu, dimulai dari dasar yang kuat dalam perdagangan barang.