Bupati Pati Batalkan Kenaikan PBB: Pengertian, Objek, dan Dampaknya

Advertisement

Bupati Pati Sudewo secara resmi membatalkan kebijakan kontroversialnya terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), menyusul gelombang penolakan yang kuat dari masyarakat. Sebelumnya, keputusan Sudewo untuk menaikkan PBB hingga 250 persen telah memicu keresahan luas di kalangan wajib pajak di Kabupaten Pati.

Sebagai tindak lanjut dari pembatalan kebijakan ini, Pemerintah Kabupaten Pati berkomitmen untuk mengembalikan kelebihan pembayaran PBB yang telah dilakukan oleh masyarakat. Sudewo memastikan bahwa mekanisme pengembalian dana tersebut akan diatur secara detail oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bekerja sama dengan para kepala desa, demi memastikan proses yang transparan dan efisien.

Dilansir dari Antara pada 16 Desember 2025, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan jenis pajak yang dikenakan atas tanah (bumi) dan bangunan, yang memberikan manfaat ekonomi atau sosial bagi pemiliknya. Dasar utama pengenaan pajak ini adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), sebuah nilai yang ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan kondisi pasar properti terkini di wilayah setempat.

Secara umum, PBB dibagi menjadi dua kategori utama yang memiliki cakupan dan otoritas pengelolaan berbeda. Pertama, PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang kewenangan pengelolaannya berada di tangan pemerintah kabupaten atau kota, dan berlaku untuk tanah serta bangunan yang berlokasi di wilayah perdesaan maupun perkotaan. Kedua, PBB sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3), yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat. Kategori PBB-P3 ini mencakup sektor-sektor dengan nilai ekonomi tinggi seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan skala besar.

Advertisement

Dasar hukum yang melandasi pengenaan PBB diatur secara komprehensif dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1994, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 12 Tahun 1985, serta diperkuat oleh UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Advertisement

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, subjek PBB meliputi individu maupun badan hukum yang memiliki, menguasai, atau memanfaatkan tanah dan/atau bangunan. Ini juga mencakup penyewa atau pihak pengguna objek pajak tersebut. Sementara itu, sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, objek Pajak Bumi dan Bangunan mencakup bumi dan/atau bangunan itu sendiri. Namun, Pasal 3 undang-undang yang sama menetapkan sejumlah pengecualian terhadap objek yang tidak dikenai pajak, antara lain:

  1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tujuan penggunaannya tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
  2. Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.
  3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
READ :  Kim Keon Hee Terancam! Istri Eks Presiden Korsel Diduga Manipulasi Saham

Pilihan Editor: Pemerasan Seksual di Roblox

Advertisement

Related Post

Advertisement