Pada awal 2024, sebuah kebijakan mengejutkan diambil Pemerintah Indonesia terkait status bandara internasional. Melalui Keputusan Menteri Nomor 31 Tahun 2024 yang diundangkan pada 2 April 2024, jumlah bandara internasional di Indonesia dipangkas secara signifikan, dari 34 menjadi hanya 17. Langkah ini, menurut Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, bertujuan utama untuk “mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk saat pandemi COVID-19.” Keputusan strategis ini juga telah melalui pembahasan mendalam bersama kementerian dan lembaga terkait di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, sebagaimana dilaporkan Antara pada 26 April 2024.
Namun, seiring bergantinya kepemimpinan, terjadi perubahan arah kebijakan yang signifikan. Pada masa pemerintahan Prabowo Subianto, wacana pengembalian status bandara internasional untuk sejumlah daerah kembali mengemuka, bahkan beberapa sudah direalisasikan. Beberapa di antaranya adalah Bandara Ahmad Yani di Semarang, Jawa Tengah; Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatera Selatan; dan Bandara H.A.S Hanandjoedding di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, yang dilaporkan sudah menyandang kembali status internasional sejak April 2025. Sebulan kemudian, pada Mei 2025, Bandara Syamsuddin Noor di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Bandara Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat, juga turut menyusul.
Arah kebijakan ini semakin diperkuat dalam rapat terbatas yang digelar di Hambalang, Bogor, pada Jumat, 1 Agustus 2025. Dalam forum tersebut, Presiden Prabowo secara tegas mendorong pembukaan bandara internasional secara masif di berbagai wilayah. “Guna mendorong percepatan perputaran ekonomi dan pariwisata daerah,” jelas Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dalam keterangan resminya, menggarisbawahi urgensi kebijakan ini untuk pertumbuhan regional.
Apa Bedanya Bandara Internasional dan Domestik?
Meskipun keduanya berfungsi sebagai gerbang udara untuk keberangkatan dan kedatangan, bandara internasional dan bandara domestik memiliki perbedaan fundamental yang mencolok. Dilansir dari Antara, disparitas utama terletak pada fasilitas penerbangan, mencakup panjang landasan pacu, kapasitas terminal, hingga jenis layanan yang tersedia. Secara umum, bandara domestik hanya melayani penerbangan di dalam negeri, seringkali dengan satu atau dua terminal dan terkadang hanya dilayani oleh maskapai tertentu. Sebaliknya, bandara internasional dirancang untuk melayani penerbangan lintas negara, dilengkapi fasilitas krusial seperti pemeriksaan bea cukai, imigrasi, dan karantina, yang sangat vital untuk mengakomodasi pergerakan penumpang dari dan ke luar negeri.
1. Jalur Penerbangan
Perbedaan paling mendasar terlihat dari rute yang dilayani. Bandara domestik secara eksklusif hanya melayani penerbangan antarwilayah di dalam negeri, tanpa melibatkan proses imigrasi. Sementara itu, bandara internasional melayani penerbangan menuju atau dari luar negeri, dan beberapa di antaranya juga dapat menangani rute domestik jika telah memenuhi izin dan memiliki infrastruktur yang memadai.
2. Prosedur Keamanan
Aspek keamanan dan prosedural menjadi pembeda signifikan. Bandara internasional menerapkan pengamanan yang jauh lebih ketat, mencakup pemeriksaan imigrasi, paspor, visa, dan regulasi ketat terhadap barang bawaan. Ini memerlukan waktu lebih lama, sehingga penumpang disarankan tiba 2 hingga 3 jam sebelum keberangkatan. Di sisi lain, bandara domestik memiliki prosedur yang lebih sederhana, cukup dengan menunjukkan KTP dan tiket, memungkinkan penumpang datang 1 hingga 2 jam sebelum jadwal terbang.
3. Kapasitas Bandara
Kapasitas menjadi indikator penting. Bandara internasional dirancang untuk mengakomodasi volume penumpang dan pesawat berbadan besar, ditandai dengan terminal yang luas dan landasan pacu yang panjang. Kontrasnya, bandara domestik umumnya berukuran lebih kecil, melayani pesawat jarak pendek, dan memproses penumpang dengan kecepatan yang lebih tinggi.
4. Fasilitas Terminal
Kelengkapan fasilitas terminal sangat bervariasi. Bandara internasional menawarkan fasilitas yang jauh lebih komprehensif, meliputi layanan imigrasi, bea cukai, karantina, toko bebas bea (duty-free shop), lounge eksklusif, bahkan hotel transit. Sebaliknya, bandara domestik menyediakan fasilitas dasar yang lebih sederhana dan dalam skala yang lebih kecil, seperti konter check-in, ruang tunggu, dan gerai makanan.
Riri Rahayuningsih dan Novali Panjir Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Masyarakat Sipil sebagai Penyeimbang Pemerintah