KONTAN.CO.ID. Harga emas melonjak signifikan, mendekati 2% dan menyentuh level tertinggi dalam sepekan pada Jumat (2/8). Kenaikan impresif ini dipicu oleh dua faktor utama: data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah dari perkiraan, yang kemudian meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed, serta pengumuman tarif baru oleh AS yang mendorong permintaan akan aset safe haven.
Melansir laporan Reuters, harga emas spot tercatat menguat 1,8% menjadi US$ 3.347,66 per troi ons pada pukul 01.48 siang waktu setempat (17.48 GMT). Sebelumnya, emas sempat meroket hingga 2% di awal sesi perdagangan. Secara keseluruhan, sepanjang pekan ini, harga emas berhasil menguat tipis 0,4%. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS (gold futures) juga ditutup perkasa, naik 1,5% ke level US$ 3.399,8 per troi ons.
Penyebab utama lonjakan harga emas ini adalah data ketenagakerjaan AS yang mengecewakan. “Angka payrolls [ketenagakerjaan] keluar di bawah ekspektasi, meskipun masih sedikit lebih tinggi dari proyeksi pasar,” jelas Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities. Menurut Melek, situasi ini secara signifikan meningkatkan kemungkinan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuannya pada akhir tahun ini. Emas, sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset), memang cenderung berkinerja lebih baik dalam kondisi suku bunga rendah, karena biaya peluang untuk memegang emas menjadi lebih kecil.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa laju pertumbuhan pekerjaan melambat lebih dari yang diperkirakan pada bulan Juli. Amerika Serikat hanya berhasil menambah 73.000 pekerjaan non-pertanian, turun drastis dari 14.000 pekerjaan yang ditambahkan pada bulan Juni, angka yang juga telah direvisi turun. Data ini semakin memperkuat spekulasi pasar terkait kebijakan moneter The Fed.
Menyikapi data tersebut, pelaku pasar kini memperkirakan adanya dua kali pemangkasan suku bunga oleh The Fed hingga akhir tahun, dengan pemotongan pertama diproyeksikan dimulai pada bulan September. Meskipun demikian, awal pekan ini bank sentral AS masih mempertahankan suku bunga acuan mereka di kisaran 4,25%–4,50%. Ketua The Fed, Jerome Powell, sendiri menyatakan kehati-hatian, menegaskan bahwa pihaknya “belum membuat keputusan apa pun untuk September.”
Menambah kompleksitas situasi, Melek juga menyoroti adanya tekanan inflasi yang masih berlanjut, sebagian besar diakibatkan oleh kebijakan tarif baru dan kenaikan upah, bersamaan dengan data pekerjaan yang justru mengecewakan. “Dalam kondisi ini, jika The Fed memangkas suku bunga, hal itu akan berdampak positif bagi harga emas,” tambahnya, menggambarkan potensi keuntungan bagi logam mulia tersebut.
Di samping faktor moneter, gejolak di sektor perdagangan global turut memicu lonjakan permintaan emas. Pengumuman gelombang baru tarif oleh Presiden Donald Trump yang menyasar puluhan mitra dagang AS, termasuk Kanada, Brasil, India, dan Taiwan, telah menciptakan ketidakpastian. Negara-negara yang terdampak kini tengah berupaya mendorong negosiasi untuk mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan. Emas sebagai aset lindung nilai secara historis selalu diminati di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, menjadikannya pilihan investasi yang aman.
Selain emas, logam mulia lainnya juga menunjukkan pergerakan. Harga perak naik 0,4% menjadi US$ 36,88 per troi ons, platinum menguat 1,2% mencapai US$ 1.304,91, dan palladium naik 1,4% ke US$ 1.208,05. Namun, perlu dicatat bahwa meskipun mengalami kenaikan harian, ketiga logam mulia tersebut tetap mencatatkan penurunan secara mingguan.